Oleh : Changkie Khupay
Di pulau sumatera, khususnya di sumatera bagian tengah akhir abad ke 19 M, terdapat beberapa wilayah yang belum dikuasai oleh kolonial Belanda yaitu Kerinci, Serampas, Sungai Tenang dan Batang Hari. Wilayah Kerinci menjadi prioritas utama bagi Belanda dibandingkan dengan wilayah lainnya di pulau sumatera dibagian tengah , karena :
1. Wilayah Kerinci merupakan penghasil beras dan kopi dengan kualitas tinggi, dengan tanah yang subur membuat tiap-tiap masyarakat menanam padi dan kopi sehingga dapat menghasilkan devisa bagi pemerintah kolonial belanda .
2. Dengan didirikannya gudang garam di Indrapura 1888 M, maka wilayah Kerinci sangat berarti untuk lintas pengiriman barang dari Muko-Muko ke Jambi.
3. Wilayah Kerinci merupakan daerah strategis yang menghubungkan Padang, Muko-Muko, Indrapura, dan Jambi.(1).
Di Saat wilayah sekeliling pedalaman kerinci seperti bengkulu, muko-muko, inderapura, jambi, dan minangkabau sedang bergulat dalam perang panjang menghadapi pasukan penjajah inggris dan belanda. Sementara itu Penduduk Wilayah pedalaman Kerinci masih sejuk,tenang dan aman dalam beraktivitas keseharian dan masih bersuka cita dalam perannya sebagai identitas yang bebas dan merdeka. Pernah dikabarkan, Belanda mengadakan ekspedisi ke Kerinci yang dipimpin oleh van Hasselt. Namun, pada tahun 1877, ekspedisi ini dinyatakan gagal berangkat setelah mengetahui penduduk Kerinci amat giat menjaga otoritas wilayah tumpah darahnya. Dengan kata lain sejengkal tanah pun tidak akan diserahkannya kepada penjajah. Dugaan lainnya, adalah orang Kerinci sudah memahami intrik Belanda yang menyimpan maksud dibalik sekedar kunjungan, yakni sekaligus penjajakan awal mengetahui lanskap Kerinci. Sumber lain menyebutkan bahwa orang Belanda baru mendengar nama Kerinci dari para pedagang yang hilir mudik dari dan ke Kerinci.(2).
Menginjak awal tahun 1902, bulatlah tekad Residen Bengkulu untuk mengadakan kontak pembicaraan dengan para Depati di Kerinci. Ia berniat menjalin kemitraan yang sama-sama menguntungkan dengan para pemuka wilayah atap Sumatera itu. Maka dikirimlah Pangeran Pesirah Marga Lima Kuto untuk mengantarkan surat belanda yang dialamatkan kepada Depati Empat di Batu Hampar. Upaya ini ternyata menemui kegagalan, mengingat penduduk Kerinci sudah mengetahui maksud sang Pangeran, sehingga mereka menutup jalan menuju Kerinci. Kenyataan ini diketahui dari petikan surat berikut ini : Mengacu pada surat saya tanggal 30 Juni 1902 Nomor : 34/19/rahasia dengan ini saya beritahukan saya pada tanggal 14 Juli 1902 mendapat berita melalui telegram dari kontrolir Muko-muko bahwa Pasirah Marga Lima Koto tampak melaksanakan perintah sebagai utusan telah kembali, karena ia di perjalanan ke Sungai Penuh telah mendapat berita, jalan melalui Silaut ke sana oleh penduduk sudah ditutup.(3).
Dengan pertimbangan yang matang, pemerintah Belanda mulai menyusun strategi untuk menguasai wilayah pedalaman Kerinci, hal ini diperkuat oleh surat dari Batavia oleh Snouck Hurgronje pada tanggal 01 Februari 1902, ia menyatakan : "Pemerintah Belanda harus memikirkan cara untuk menaklukkan Kerinci, Serampas, Sungai Tenang, kalau sekiranya Kerinci dibawah satu kekuasaan mungkin kita bisa membuat satu perjanjian, dengan syarat tidak menganggu pemerintah Belanda, karena tidak adanya satu pemimpin, tidak memungkinkan satu perjanjian bisa dilakukan. Kita mesti menyakini ketua-ketua tersebut,kepentingan mereka dan kepentingan kita akan dijaga kalau ada saling pengertian, dan kita harus menegaskan kalau tidak adanya kesepakatan,terpaksa mengambil jalan kekerasan (militer). Untuk memberi tahu ini,mesti mempergunakan utusan yang berhubungan baik dengan mereka dan orang yang dapat kita percaya. Kalau tidak berhasil, maka terpaksa kita masuk daerah tersebut dengan pasukan. Masyarakat Kerinci tidak biasa berperang, mereka hanya para petani yang takut pengaruh kita, namun mereka telah dihasut oleh beberapa orang ulama yang fanatik, bagi orang-orang Islam fanatik mesti kita usir dan lenyapkan".(4).
Dari Surat Snouck Hurgronje di atas dapat dilihat bahwa kekhawatiran orang Belanda pada umumnya adalah pergerakan dan perjuangan yang beridiologi agama, yaitu orang-orang Islam yang tidak mau dijajah oleh orang kafir. Belanda sangat mewaspadai pergerakan yang digerakkan oleh para ulama, apalagi pergerakan yang dipimpin oleh para ulama yang berpengaruh. Pergerakan-pergerakan semacam ini dapat mempengaruhi rakyat petani biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Dikala Imam Mersah dari Pondok Kopi dan Penghulu Somah dari Dusun Rasno,diutus Belanda mengirimkan surat serupa. Kali ini yang mengutus mereka bukan Residen Bengkulu, melainkan Kontrolir Muko-muko. Sebenarnya surat itu diberikannya kepada Depati Batu Hampar, namun yang menjadi kurirnya adalah dua orang di atas. Berbeda dengan pendahulunya, surat ini dialamatkan kepada Pemangku Depati Talago bergelar Pemangku Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar, masih termasuk wilayah Tiga Helai Kain kerinci hilir. Atas hal tersebut, disebutkan sebagai berikut : Dengan ini disampaikan salinan surat rahasia kontrolir Muko-muko 24 Agustus 1904 Nomor 27/19 bahwa Pasirah Margalima Koto dua helai kembali tanpa memuaskan perintah saya dan ia memberikan surat saya untuk Pemangku Depati Batu Hampar-Sungai Penuh itu kepada dua punggawanya.(5).
Dengan melewati jalan tertentu, kedua utusan belanda itu berhasil sampai ke Kerinci tanpa suatu aral melintang. Keduanya sampai di Kerinci melalui Rantau Telang lantas menuju ke kediaman Depati Talago. Setelah beramah-tamah barulah mereka menyerahkan surat yang tidak lama kemudian dibalas surat tersebut oleh tuan rumahnya. Depati Telago maklum, kedatangan mereka adalah diperintahkan Belanda, untuk itu dengan tegas ia menyebutkan ketidak setujuan orang Kerinci bersahabat dengan penjajah. Berikut petikan suratnya :" bahwa doea hari ini tiba pula soerat Toengkoe Indrapura memanggil kami Depati Kerinci akan toeroen ke Indrapura tetapi tidak kami akan ke Indrapura djikalau ada bitjara hendaklah naik keatas boleh bitjara itoe poetoes diatas, kami boekan beradja ke Indrapoera hanja beradja ka Djambi kepada Pangeran Toemenggung di Moeara Masoemai.(6).
Setelah menyelesaikan tugas, kedua utusan ini pamit dan tidak lama berselang terjadilah peristiwa yang melecut amarah Belanda, yakni pembunuhan kedua utusan itu di dusun Lempur. Mengetahui utusannya meregang nyawa di Kerinci, kontrolir Muko-muko pun panik luar biasa. Segera ia mengadakan audiensi ke beberapa instansi kolonial terkait guna membahas kelanjutan peritistiwa ini.
Pada tanggal 2 September 1902, peristiwa pembunuhan utusan pemerintah tersebut disampaikan kepada Komandan Militer (Belanda) di Bengkulu. Informasi tersebut, berbunyi : hari ini Kepala Pemerintah Daerah (Residen) yang kemaren dari Muko-Muko dan telah kembali kemari, mengabarkan kepada saya bahwa pada tanggal 5 Agustus 1902, dua orang utusan pemerintah yang membawa sepucuk surat dari Depati Pulau Sangkar. Di Dusun Lempur, yang terletak di Tiga Helai Kain. Utusan itu dibunuh oleh penduduk setempat, sedang barang-barang berikut surat langsung disita.(7).
Setelah mencerna informasi tersebut, Residen Bengkulu menugaskan Kontrolir Muko-muko mengadakan penyelidikan mengungkap pembunuhan itu. Dalam suratnya, Kontrolir Muko muko saat itu, E.F. Janesen van Raay yang ditujukan kepada Residen Bengkulu tertanggal 17 September 1902 nomor 34/19, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi, termasuk mereka yang terakhir bertemu Imam Mersah. Dari proses penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi dapat diperoleh pentujuk. Dengan ikut campurnya Depati Parbo dari dusun lolo dalam kasus pembunuhan dua utusan Belanda tersebut , hemat Belanda, telah ikut memperkeruh suasana. (8).
Dari keterangan Depati Lebong dalam proses verbalnya tertanggal 23 Agustus 1902, diketahui bahwa Depati Parbo merupakan tokoh penting masyarakat dan merupakan aktor yang pandai memainkan emosi warga. Tensi tinggi yang terlanjur hinggap membuat sebagian penduduk Kerinci hampir saja menghabisi Depati Lebong. Paling tidak, sang Depati Lebong bisa selamat dengan garansi nama Depati Parbo. (9).
Dalam surat rahasianya tertanggal 3 Oktober 1902, afdeeling VII, nomorm 1245, serta surat sekretaris pertama pemerintah bertanggal 12 Oktober 1902 no. 318, Residen Bengkulu menitahkan Mayor H.C. Kronour dari Staf Umum untuk memimpin ekspedisi, mempersiapkan penguasaan Kerinci dengan jalan militer. Sebagai langkah lanjutan, diperintahkan pula kepada Gubernur Pantai Barat Sumatra membantu Residen Bengkulu untuk menyuplai bantuan.(10).
Dengan kejadian terbunuhnya utusan belanda tersebut telah mengoyak ketenangan penduduk Kerinci. Pada mulanya Suasana Kerinci yang sejuk,damai perlahan menegang. Oleh sebab pemunuhan utusan belanda itu. Para Depati , Para Ulama telah menangkap informasi bahwa akan ada gerakan datangnya pasukan Belanda. Cepat atau lambat. Untuk itu, mereka telah mempersiapkan diri dengan melakukan serangkaian simulasi aksi perang, pemantapan silat, serta kemungkinan melakukan perang besar, yakni dengan menggerakkan potensi Pemuda, Hulu Balang, penduduk, dalam rangka menghadapi pasukan Belanda.
Sementara itu H. MESIR. tidak ketinggalan. Diapun luruh dalam gempita rakyat mengorganisasikan kekuatan. Tak jarang ia terlihat dalam latihan-latihan silat dan ikut pula membetulkan gerakan silat pendekar-pendekar muda. H. Mesir juga telah menghabiskan sebagian kesehariannya menyiapkan diri dalam perang persiapan untuk menghadapi belanda. Dengan kesantunan ia menyambangi dusun Pulau Tengah dengan mengajak para pemuda dan hulu balang yang berasal dari dusun Tanjung tanah, bahkan tak jarang terlibat pertemuan-pertemuan dengan para depati, pemangku adat serta ulama yang berasal dari pulau tengah dan dusun2 lain sekelilingnya, guna ikut menentukan trategi perang menghapi belanda.(11).
H. MESIR dikenal di Tanjung Tanah adalah seorang ulama, Tabib dan juga seorang hulu balang, Tidak jelas kapan tepatnya tahun kelahirannya, namun dari beberapa sumber menyebutkan ia lahir disekitar tahun 1875 M di Kampung tua Tanjung Tanah-Kerinci, Wafat dalam usia lebih kurang 58 tahun dimakamkan di Tanggit-Sakubon Tanjung Tanah. Ia anak dari H. Ahmad Al Kurinchi, Menikah dengan nama istri Sekmait dikurniai anak yang bernama H. Muktar, H. Jamin, H. Taher.(12).
H. MESIR hidub Pada waktu dan pada masa periode perjuangan yang sama dengan Depati parbo (Lolo),H. Ismail pimimpin perang Pulau Tengah) H. Sudin Hulu Balang (Tj Tanah), yang terlibat langsung berjuang di perang Pulau Tengah-Kerinci ditahun 1903. dimasa muda H. Mesir banyak menghabiskan waktu memperdalam ilmu agama, belajar ilmu silat. Disamping itu pula diusia yang masih relatip muda sempat pula Merantau ke Malaysia dan menunaikan ibadah Haji Kemekkah. (13).
Dengan masuknya belanda ke kerinci 1903 banyak terjadi pertempuran sporadis antara rakyat Kerinci dan Belanda. Dalam catatan kolonial belanda, perang terjadi hampir serentak, dan memakan waktu lama. Medan perang yang menyajikan duel seru ini terjadi di Hiang (12 Juni 1903), Batu Hampar (14 Juni -- 10 Juli), Kerinci Utara (15-16 Juni 1903), Sandaran Agung (17 Juni 1903), Jujun dan Pidung (17 Juni -21 Juni 1903), Tanjung Batu (18 Juni 1903), Koto Lanang (19 Juni 1903), Sungai Penuh (21 Juni 1903), Tanjung Pauh (1 Juli 1903), Bukit Kemantan (1 Juli 1903), Pengasi (3 Juli 1903), Benteng Tuwa (4 Juli 1903), Pulau Sangkar (7-17 Juli 1903), Rawang (8 Juli 1903), Sungai Pusaka (12-13 Juli 1903), Lempur (17 --22 Juli 1903), Lolo (14-19 Juli 1903), Lempur Semerap (21 Juli 1903),Benteng Batu Putih (27 Juli 1903), Benteng Bukit (19 Juli 1903). (14).
Sebelum terjadi perang di Pulau Tengah dilakukan sebuah rapat akbar atas agresi Belanda. Para Depati-Ninik Mamak, Orang tua-Cerdik Pandai, Alim Ulama dan para tokoh masyarakat duduk bersama di pelataran depan Masjid Keramat membahas rencana untuk menghadapi pasukan Belanda. Dalam rapat itu H. Ismail dan H. Husein Dari Dusun Pulau Tengah ditunjuk untuk memimpin pasukan rakyat. Selain itu, juga ada beberapa ulama dan tokoh masyarakat yang berperan penting. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam memimpin rakyat adalah, H. MESIR. H. Sultan, Bilal Sengak, Depati Mudo, H. Leman, Mat Pekat, Syukur, Mat Salah, Badu Ladi, Mat Rakat, Depati Gayur, Rio Tino, Rio Jenang, dua orang perempuan, yaitu Fatimah Jure dan Tarano, pembuatan senjata berada di bawah tanggung jawab Hatib Pai dan H. Ibrahim; sebagai kurir dipercayakan pada Ali Akbar gelar Rio Indah dan H. Ishak; dan dukun atau orang tua pandai ialah H.Midi. (15).
Perang dipulau tengah Perlawanan dilakukan secara terbuka dengan membangun benteng pertahanan di berbagai titik yaitu di Lubuk Pagar, Dusun Baru, pinggir Sungai Buai( Danau), Koto Putih, Talago dan Masjid Keramat. Benteng ini masing-masing dipimpin oleh H. Mesir dan Bilal Sengak di Talago, H. Sultan dan Mat Pekat di Koto Putih, Mat Salah dan Mat Rakat di Lubuk Pagar,di Dusun Baru dipimpin oleh Depati Gayur. Sekitar Muara Sungai Buai (Danau) dipimpin dua orang perempuan Siti Fatimah Jurei dan Siti Rano, Sementara itu di Masjid Keramat Pulau Tengah di sana tidak hanya dibentengi secara fisik atau kekuatan juga membentengi mental pasukan yang ikut mengadakan perlawanan. Benteng ini dipimpin oleh H. Ismail dan H. Husin yang sekaligus mengkoordinir seluruh benteng yang ada. Sehingga Masjid Keramat menjadi markas besar dalam perlawanan tersebut.(16).
Pertempuran antara penduduk di Pulau Tengah dengan pasukan Belanda tidak dapat dihindari lagi. Ada beberapa kali pertempuran yang terjadi, yaitu : Pada tanggal 19 Juli 1903 di Lubuk Pagar. Untuk mengatasi perlawanan di Pulau Tengah, pasukan Belanda mengerahkan kekuatan penuh yang ada di Kerinci untuk mengepung Masjid Keramat yang menjadi markas perlawanan masyarakat Kerinci. Pasukan belanda dari arah Lolo turun untuk mengepung Pulau Tengah dari arah Selatan dan Barat sedangkan pasukan Zeni dari Rawang mengepung arah Utara dan Barat. Pengepungan ini dilakukan dengan tujuan menyerang titik-titik yang diperkuatkan.Karena benteng yang dibangun oleh masyarakat sangat kuat sehingga pasukan dari Utara tidak bisa berkomunikasi dengan pasukan dari Selatan.(17).
Pasukan Belanda akhirnya disatukan di arah Utara (Dusun Semerap) dengan menyerang satu titik yaitu melalui Lubuk Pagar. Lubuk Pagar yang dipimpin oleh Mat Salah dan Mat Rakat. Jerat lenting yang dibuat ternyata bekerja dengan baik untuk menahan pasukan Belanda yang ada. Melihat benteng-benteng tersebut dipertahankan dengan gigih, maka pasukan Belanda mundur ke markasnya di Rawang. Dalam peperangan tersebut pasukan Belanda telah mengalami kerugian yang cukup besar. (18).
Dengan kekuatan yang ada, pasukan belanda tidak dapat menembus benteng yang dibangun oleh masyarakat, Sehingga diputuskanlah untuk menunggu pengiriman pasukan arteleri dari Padang. Kekalahan pihak Belanda pada peperangan tahap pertama, menimbulkan semangat dan optimis yang tinggi bagi laskar pulau tengah dan masyarakat lainya khususnya ulama dan santri bergabung melawan Belanda. Beberapa ulama yang bergabung yaitu Khatib Manawi dari Tanjung Tanah, H. Bagindo Sultan dari Koto Iman,Usman, Batu, selain dari itu juga terdapat ulama yang berasal dari Jujun H. Karim.(19).
Pihak Belanda mengetahui pertahanan di Pulau Tengah semakin kuat dengan adanya suntikan kekuatan dari dusun lain. Selain dari itu, informasi yang diterima pada perang pertama bahwa yang mengadakan perlawanan tidak hanya laki-laki saja, namun juga terdapat wanita yang siap untuk mengangkat senjata. Melihat hal yang demikian, Komando pasukan Belanda menawarkan perdamain dan meminta seluruh masyarakat, anak-anak dan perempuan untuk mengosongkan daerah Pulau Tengah secara baik-baik. Tawaran Belanda ditolak mentah-mentah oleh H. Ismail, ia melihat hal tersebut hanya siasat Belanda belaka, perempuan dan anak-anak nantinya akan dijadikan sandra bagi pihak Belanda. Sehingga Belanda dengan mudah mengakhiri perlawanan tersebut.(20).
Keputusan yang diambil oleh H. Ismail membuat pihak Belanda naik pitam dan bersiap-siap melakukan penyerangan tahap kedua. Pada tanggal 21 Juli 1903 di Batu Putih (Koto Putih) Penyerangan di arah Utara tidak membawa hasil bagi pasukan Belanda. Untuk itu, Belanda memindahkan markasnya ke Sanggaran Agung pada 21 juli 1903, serta mengambil alih pasukan dari Selatan (Lolo). Di sana mereka menyiapkan kekuatan untuk menyerang Pulau Tengah dari arah Barat melalui Koto Putih. Tanggal 27 Juli pasukan ini menuju Batu Putih (Koto Putih) dan Talago, di sana sudah terdapat benteng berupa bebatuan yang dipimpin oleh H. Sultan, Mat Pekat dan H. Mesir. Peperangan ini mengakibatkan sahidnya 26 orang dari laskar fisabilillah diantaranya adalah Khatib Manawi Yang berasal dari Tanjung Tanah.(21).
Di Talago atau Koto Putih (dulunya disebut Batu Putih) di tepi Danau Kerinci, terdapat tugu makam para pejuang tahun 1903. Di sana terdapat 26 orang yang meninggal dunia, namun di sana hanya terdapat 10 makam saja, hal ini diperkuat oleh catatan dari Van Aken, kemungkinan besar makam tersebut merupakan simbolis dari 26 orang pejuang tersebut. Pasukan yang sahid dalam peperangan ini dimakamkan oleh H. Mesir.(22).
Masjid keramat pulau Tengah sebagai Pusat Perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda. Perlawanan yang sengit diperlihatkan oleh Penduduk, Van Na Tolen menjelaskan bahwa di Dusun baru-pulau Tengah tersebut tidak kurang dari 300 orang yang terdiri dari pejuang, wanita dan anak-anak yang meninggal dunia akibat dari keganasan dari pasukan Belanda. Belanda mulai memasuki pusat utama pasukan Kerinci yaitu Masjid Keramat, beberapa perlawanan kecil dapat dilumpuhkan dan akhirnya Belanda dapat menguasai Masjid Keramat.(23).
Dengan dikuasainya Masjid Keramat Pulau Tengah menandakan akhir dari perlawanan tersebut. Pihak Belanda mengumumkan bahwa Kerinci telah dikuasai,Setelah pasukan Belanda berhasil meruntuhkan perlawanan di seluruh benteng Pulau Tengah, maka pejuang yang masih bertahan memutuskan untuk mundur kehutan di sebelah barat Dusun Pulau Tengah, di sekitar air terjun Panco Rayo. Keputusan untuk mundur ini telah disepakati sejak awal sebelum pecahnya pertempuran sebagai solusi terakhir perjuangan rakyat. H. Ismail,H. Husin, H. Mesir, dan beberapa pejuang lainnya melanjutkan bergerilya di malam hari. mereka tak pernah tertangkap dalam aksi gerilyanya, hingga perlawanan benar-benar padam.(24)*(S-AHR).
Diolah dari Sumber :
1. JOHAN WAHYUDI. (UIN Syarif Hidayatullah) : Perlawanan Depati Parbo Dimata Kolonialisme Belanda Dikerinci : SUATU KAJIAN SEJARAH LOKAL.
2. JAMAL MIRDAD (IAIN Batusangkar) : Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialme Belanda (STUDI KASUS MASJID KERAMAT PULAU TENGAH-KERINCI)
3. Rio Mastri, Etmi Hardi,Hendra Naldi : ( Universitas Negeri Padang) Kepimpinan H. ISMAIL Dalam Mengerakkan Pelawanan Rakyat Kerinci Menentang Imperialisme Belanda Tahun 1903.
4. JARJIS ABDULLAH. Sos. Gelar Rajo Bugis : (Ahli Waris H. Mesir- Bin Ahmad Al-Kurinchi,Tanjung Tanah). Wawancara Tanggal 06-06-2021.
5. Drs. SAIDINA ANAS. Gelar Depati Kecik : (Tokoh Masyarakat Tigo Luhah Tanjung Tanah). Wawancara Tanggal 10-06-2021
6. JAMALUDDIN HUSIN. Gelar Sutan Mandaro : (Pemangku Adat Tigo Luhah Tanjung Tanah) WawancaraTanggal, 12-06-2021.
7. Ustadz ZAKARIA ABDULLAH. (Ulama dan Pengiat Aksara Incung Kerinci). Wawancara 20-06-2021.